Posted by: hagemman | September 28, 2009

G-20 : ERA BARU TATANAN DUNIA

NEW G20Ajang dari Pittsburgh Summit 2009 memutuskan bahwa secara resmi bahwa peran G-8 akan digantikan G-20. Sementara G-8 akan tetap eksis tapi hanya  terfokus pada isu-isu non-ekonomi. Sebuah keputusan yang dinilai sebagai lompatan besar yang bersejarah menuju terbentuknya tatanan dunia baru, setidaknya secara ekonomi.

Di atas kertas Kelompok G-20 menyumbang 90 persen terhadap produk domestik bruto dunia, sekitar 60 triliun dollar AS. G-20 sebuah organisasi informal dan tidak mengikat, tetapi pengaruhnya cukup besar untuk mendorong peluncuran sebuah kebijakan multilateral. Kehadiran G-20 tentunya akan mengubah kelompok elite dunia, yang sebelumnya amat didominasi negara-negara kaya kini akan menjadi suatu bentuk kombinasi dengan negara-negara berlembang yang dinilai memiliki prospek cerah.

“ Keputusan itu bertujuan menggiring ke meja perundingan negara-negara yang memang diperlukan untuk menciptakan perekonomian global yang lebih seimbang dan lebih kuat. Peran negara-negara itu diperlukan untuk merancang reformasi keuangan dan membebaskan warga miskin, “  demikian pernyataan dari Gedung Putih, Washington DC tanggal 24.09.2009 lalu.

Hampir semua kalangan menyambut positif keputusan itu, kecuali Jepang yang kecewa karena selalu diganjal Cina untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun, untuk hal yang tampaknya agak diluar konteks ini, Profesor Shinichi Nishikawa, dari Universitas Meiji, Tokyo, berpendapat, “ Tidak realitis membahas isu global tanpa melibatkan Cina dan India. Tindakan itu menggambarkan berakhirnya sebuah era. Keberadaan Jepang memudar, dan itu tidak terhindarkan. “

Keputusan di atas sesungguhnya merupakan inisiatif Presiden AS Barack Obama, jauh sebelum ia terpilih sebagai presiden telah mencanangkan dunia yang lebih mendengarkan aspirasi warga global ketimbang didominasi sekelompok kecil negara-negara maju. Obama mengakui peran Cina dan mendambakan reformasi arsitek keuangan global. Terlebih ketika AS dan dunia belajar dari pengalaman krisis keuangan global yang datang menerpa pada 2008 lalu.

“ Disini, di Pittsburgh, para pemimpin mewakili dua pertiga dari penduduk planet bumi bersepakat melaksanakan sebuah rencana tindak global dalam menumbuhkan memulihkan ekonomi yang berkelanjutan, “ kata Perdana Menteri Inggris Gordon Brown.

Tanggapan Presiden Bank Dunia Robert Zoellick kepada jaringan televisi CNN, lebih merupakan kesadaran akan peran penting negara-negara berkembang, “ Sebagai salah satu contoh, kita tidak bisa lagi mengharapkan konsumen AS bisa menjadi katalisator ekonomi. Kita kini mau tidak mau harus mengharapkan peran ekonomi Brasil, India, Cina, bahkan Asia Tenggara.”

G20

Soalnya selama ini dominasi Barat lewat Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia lewat resep-resep ekonominya yang malah menjerumuskan negara-negara yang ditolong. Dengan kehadiran G-20 maka akan membuat IMF lebih mewakili kepentingan 186 negara anggota PBB. Melalui mekanisme hak veto di IMF yang kini 57 persen negara maju berbanding 43 persen negara berkembang. Maka dengan batas waktu tahun 2011, maka hak suara tersebut akan berimbang mengjadi 50 : 50.

Ekonom A Tony Prasetiantono mengatakan, naiknya status G-20 memiliki arti besar bagi Indonesia sebagai salah satu negara anggota. Forum G-20 akan membuat Indonesia bisa menyuarakan secara langsung kepentingannya ketimbang selama ini hanya menjadi penonton dalam Forum G-8.

Menurut Tony, Indonesia akan bisa mendorong lebih kencang pengurangan utang, yang menumpuk, yang bukan semata-mata kesalahan penerima utang, tetapi juga disebabkan kebijakan negara donor. Juga lewat forum G-20, Indonesia bisa menyuarakan ketidakadilan perdagangan global, termasuk praktik dumping yang seenaknya dituduhkan kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.

Wahyu Susilo dari Migrant Care mengingatkan Indonesia agar menjadikan G-20 sebagai ajang menyuarakan kepentingn negara berkembang. Dia menantang Indonesia agar berubah dari status sebagai peserta yangtak berarti, agar menjadi pelopor di G-20.

“ Kesepakatan pada G-20 merupakan kesepakatan skala global. Perlu ada upaya agar kesepakatan itu dapat diimplementasikan dan ditindaklanjuti. Kalau tidak, tidak akan ada banyak manfaatnya bagi kita, “ kata dosen dari Universitas Atma Jaya, A Prasetyantoko.

Prasetyantoko juga meminta Indonesia agar berperangai kaliber internasional, termasuk mengatasi korupsi dan kelemahan lain agar status Indonesia di kelompok elite dunia tidak diremehkan karena kelemahan dirinya sendiri.

Sejalan dengan himbauan Prasetyantoko, Joice Tauris Santi menulis (Kompas, 27/9), namun kita jangan terlena dengan euforia hnya karena masuk ke jajaran elite dunia. Tradisi buruk Indonesia, suka sekali membangggakan diri telah masuk ke jajaran elite dunia. Masih jelas dalam ingatan, Indonesia di bawah Presiden Soeharto, bangga ketika Indonesia dijuluki sebagai salah satu kekuatan ekonomi ajaib Asia. Indonesia juga bangga ketika menjadi anggota Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

Pertanyaannya, akankah Indonesia hanya akan sekadar tampil di G-20. Soalnya, masuknya Indonesia ke APEC, terbukti tak kunjung bisa menghardik Indonesia menjadi lebih baik dalam segala bidang.

Sumber  :

Kompas, 26 & 27.09.2009


Leave a comment

Categories