Posted by: hagemman | May 1, 2010

MISTERI PERAHU BESAR DI SEKELILING GUNUNG

Studi yang dilakukan atas gambar-gambar relief candi acap kalu menemukan pemandangan yang ganjil dan menimbulkan tanda tanya berkepanjangan, hingga berdekade lamanya, bahkan sampai hari ini. Termasuk gambar perahu di situs candi terbesar yang disebut oleh kalangan arkeolog sebagai candi paling spektakuler di Jawa Timur, Candi Penataran, di Kabupaten Blitar.

Arkeolog Universitas Negeri Malang (UM), dwi Cahyono, yang akhir bulan lalu bersama mengelilingi sejumlah candi, termasuk Penataran, mengungkap salah satu gambar di sudut barat daya candi, di kawasan yang diistilahkan “pendapa teras luar candi”, yakni gambar perahu besar. Lokasinya berada di daerah dalam kompleks candi pada arah pintu masuk, bukan pada candinya.

“Artinya, kawasan pendapa teras luar ini mungkin lebih profan, yang ditujukan tidak sebagai lokasi peribadatan, area bagi masyarakat dan formasi sosial zaman itu,” katanya.

Kita bayangkan Prabu Hayam Wuruk bersama para petinggi kerajaan duduk di pendapa setinggi sekitar 2 meter ini, suatu dataran yang cukup luas sekitar 300 meter persegi, berupa susunan batu.

“Para arkeolog meyakini di atas pendapa ini ada bangunan kayu, sejenis rumah setengah terbuka, yang sekarang sudah musnah sebelum kemudian Prabu Hayam Wuruk memimpin upacara pemujaan di lokasi candi,” tuturnya.

Lokasi teras luar ini patut bersisi gambar relief kisah-kisah manusia, bukan dewa-dewa seperti relief dan patung candinya sendiri. Pada lokasi candinya, dilukiskan kisah Ramayana serta dewa-dewa berupa naga, burung, dan singa. Namun, justru itulah menariknya teras candi. Sebab, relief ini seolah potret masa lalu masyarakat candi ini.

“Jika teks-teks arkeologis hanya menyampaikan pelukisan naratif berupa kata-kata, pada relief ini kita benar-benar melihat gambar, yang kita bayangkan seperti gambaran masyarakat zaman itu,” ujarnya.

Kita, misalnya, bisa menemukan musik kolintang, seperti yang sekarang sekarang dimainkan oleh orang Sulawesi Utara dan tidak lagi dimainkan oleh orang Jawa, di relief Candi Penataran. Lalu timbul tanda tanya, bagaimana bisa demikian ?

Mengapa ada kolintang di Penataran, sementara kita tidak menemukan kolintang pada masyarakat Pulau Jawa saat ini ? Lalu kapan kolintang pindah ke Sulawesi jika dulu pernah dimainkan di Jawa ? Sungguh pertanyaan yang tak putus-putus untuk bisa mendapatkan jawabannya.

Orang Viking

Gambar yang tak kalah mengherankan adalah gambar perahu di lokasi sudut barat daya teras luas candi itu. Gambar ini sejauh yang tampak merupakan salah satu dari dua gambar perahu di teras luar candi, keduanya berjarak beberapa meter. Namun, gambar perahu di sudut menggambarkan jenis dan ukuran perahu yang besar.

Perahu itu memiliki tiang layar. Pelukisannya tampak seperti perahu besar, lalu pada badan perahu tampak ada garis-garis yang rupanya dipahami sebagai pendayung panjang.

Ini gambaran yang mengingatkan pada gambar perahu Eropa kuno, perahu orang Viking yang bagian depan atau kepala perahunya berukir, lalu di kiri dan kanan perahu ada pendayung dan dayungnya, yang biasanya adalah para budak. Hanya saja tidak tampak ada gambar senjata atau meriam.
Sulit menemukan jawaban atas gambar perahu yang dilukiskan pada candi yang justru berada di sekeliling gunung tinggi ini. Sejumlah tanda tanya muncul, jika ini adalah perahu lokal, di mana perahu ini beroperasi di sekitar Blitar ini.

Sebab hanya ada Sungai Brantas di Blitar sehingga hanya mungkin perahu ini mondar-mandir di Sungai Brantas. Itu artinya Sungai Brantas masa itu cukup besar dan dalam untuk dilintasi perahu sebesar itu. Namun, Sungai Brantas juga dikenal memiliki kontur yang curam antara hulu dan hilir. Jika perahu bisa ke arah hilir, apakah mungkin perahu dikemudikan ke arah hulu dalam keadaan melawan arus.

Tidak ada jawaban atas tanda tanya ini, kata Dwi. Slamet Pinardi dan Winston Mambo, penulis artikel Perdagangan pada Masa Majapahit, menyinggung tentang perahu ini dalam buku bunga rampai 700 Tahun Majapahit (Dinas Pariwisata Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1992) tulisan Sartono Kartodijo dan kawan-kawan.

Disebutkan, Surabaya, Tuban, dan Sedayu (Gresik) adalah pelabuhan-pelabuhan maju sejak tahun 1365. Masyarakat Jawa sudah mengenal alat angkut air. Slamet dan Winston meyakini, kegiatan pengangkutan itu dilakukan dengan motif perdagangan, mengingat sepanjang lembah Brantas masa itu juga sudah produktif sebagai produsen pagi, ekspor merica dengan Dinasti Song di China.

Slamet dan Winston mengungkap, bersumber dari kitab babon untuk studi Singosari, Pararaton, bahwa di Sungai Brantas ada pelabuhan Canggu, Trung atau Terung, dan Bubat. Ini daerah yang diperkirakan berada di sekitar Mojokerto. Perang yang menentukan bagi sejarah Majapahit berada di Bubat, saat perang dengan Kerajaan Siliwangi.

Canggu juga dikenal sebagai titik penyeberangan jika hendak pergi ke Madura pada zaman itru. Lokasi-lokasi tersebut adalah ruas Sungai Brantas tyang sudah cukup landai, jauh dari Blitar yang lebih dekat ke hulu. Artinya, meski dilukiskan pada relief candi di lokasi bergunung di lereng Gunung Kelud, Candi Penataran adalah gambar lanskap yang luas sampai ke Surabaya.

Sumber :

Misteri Perahu Besar di Sekeliling Gunung, Dody Wisnu Pribadi | Kompas Jawa Timur, 26.04.2010


Leave a comment

Categories