Posted by: hagemman | December 5, 2009

SANERING ALA KORUT

Kebijakan drastis Korea Utara melakukan sanering atau pemotongan nilai mata uang won, dari 100 won menjadi 1 won, menyebabkan para pedagang di negara berhaluan kiri itu terguncang dan putus asa. Bahkan, saking paniknya, ada pasangan suami-istri nekat bunuh diri.

Terguncangnya para pedagang itu diungkap sejumlah aktivis di Pyongyang, Kamis (3/11). Laporan tentang warga yang bunuh diri merujuk pada berita Daily NK, sebua media online yang fokus pada pelbagai masalah Korea Utara, tetapi media ini berbasis di Seoul, Korea Selatan.

Sepasang suami-istri yang bunuh diri adalah pedagang dan sama-sama berusia 60 tahun, warga provinsi Hamgyong Utara. Mereka nekat bunuh diri karena stres setelah mendengar pemotongan nilai mata uang won itu. Mereka terguncang, stresm dan akhirnya nekat bunuh diri.

Otoritas Korut memberitahu warga dan kedutaan asing pada hari Minggu (29/11) lalu bahwa negara telah menurunkan nilai mata uang won, dari 100 won menjadi 1 won, yang berlaku sejak Senin (30/11). Semua pihak diberi kesempatan untuk menukarkan yang dan surat berharga sampai minggu ini.

Kantor berita Yonhap di Seoul, Korea Selatan, mengutip pejabat perdagangan Korut di Cina, menyebutkan, kepanikan warga terada di mana-mana. Mereka berbondong-bondong menyerbu pasar-pasar gelap untuk menukarkan won dengan dollar AS dan yuan China. Nilai mata uang dollar AS dan yuan China melonjak tajam.

Semua toko, usaha sauna, tukang cukur, dan restoran berhenti beroperasi. Lee Seung-yong, petugas Good Friends, sebuah kelompok sipil berbasis di Seoul yang biasa mengirim makanan dan bantuan lain ke Korut, mengatakan, “Kami mendengar bisnis dan aktivitas pasar di sana tutup.”  Dia melanjutkan, “Orang-orang tidak mempunyai uang lagi untuk mengembangkan usahanya.”

Good Friends juga melaporkan, otoritas  berwenang Korut telah mengeluarkan ancaman keras. Otoritas akan menjatuhkan ‘hukuman tanpa ampun’ (mercuiless punishment) kepada siapa saja yang melanggar aturan penukaran uang. Pemerintah memberi batasan warga boleh menukarkan uangnya paling banyak hanya 100.000 won per orang. Akibat pemotongan itu, 100.000 won menjadi 1.000 won.

Jika ada warga yang memiliki uang lebih dari 100.000 won, kelebihannya itu hanya diperbolehkan disimpan di bank-bank milik negara. Tidak boleh disimpan di bank asing atau bank swasta. Namun, tidak ada penjelasan rinci apakah warga siap membuka rekening baru di bank pemerintah. Media massa di Pyongyang dan Seoul melaporkan, warga yang tidak mematuhi ketentuan akan dikenai ‘hukuman tanpa ampun’, tetapi tidak dijelaskan bentuk konkret hukuman itu.

Pemotongan nilai won yang begitu tajam – paling drastis dalam 50 tahun ini – dilakukan untuk menekan laju inflasi dan mengendalikan aktivitas pasar gelap. Para analis mengatakan, karena tidak mampu memberi makan 24 juta penduduknya, rezim yang berkuasa pada mulanya menghidupkan pasar, temasuk pasar-pasar untuk menampung beragam produk usaha tani.

Pasar mungkin saja telah mendorong perdagangan, tetapi pasar juga dilarang memperdagangkan barang-barang impor seperti film dan sabun dari musuh bebuyutannya, Korsel. Sejak Perang Korea tahun 1950-1953, negara tetangganya, yakni Korsel, dicap sebagai ancaman bagi kekuasaan totalitarian Kim Jong Il. Pasar grosir terbesar Korut di Pyongyang ditutup sejak medio Juni lalu.

Analis mengatakan, penurunan nilai mata uang yang drastis itu merupakan bentuk dari peran pemerintah untuk mengambil alih pengendalian ekonomi nasional dari pedagang. “Langkah ini diambil untuk membasmi para pemain di sektor swasta dan memperkuat kontrol pemerintah terhadap perekonomian,” kata Jeong Kwang-min, peneliti Institut Strategi Keamanan Nasional di Seoul.

Menurut dia, langkah itu sebenarnya mempunyai tujuan lebih luas lagi, yakni menyiapkan jalan bagi Kim Jong Il untuk menyerahkan kekuasaan kepada anak bungsunya, Kim Jong Un. Juga untuk memastikan, sang ayah mewariskan ekonomi yang stabil bagi anaknya itu. Kim menderita stroke sejak Agustus 2008.

Korut mulai memgalami krisis ekonomi sejak runtuhnya Uni Soviet awal tahun 1990-an, bencana alam banjir, dan kasus salah urus ekonomi pada medio 1990-an. Korut hanya mengandalkan bantuan pangan dari dunia luar. Namun, bantuan itu baru diberikan dengn imbalan Korut harus meninggalkan program nuklirnya.

Banyak bantuan ditangguhkan dan sanksi internasional diperketat karena Pyongyang tetap menolak peringatan internasional atas program nuklirnya. Pemangkasan nilai won terjadi hanya beberapa hari menjelang kedatangan utusan AS ke Pyongyang untuk perundungan perlucutan senjata nuklir.

Sumber   :

Warga Terguncang Ada yang Bunuh Diri | Kompas, 04.12.2009


Leave a comment

Categories